Sabtu, 10 Maret 2012



Abdulrahman Saleh



Abdulrahman Saleh, Prof. dr. Sp.F, Marsekal Muda Anumerta, (lahir di Jakarta, 1 Juli 1909 – meninggal di Maguwoharjo, Sleman, 29 Juli 1947 pada umur 38 tahun) atau sering dikenal dengan nama julukan "Karbol" adalah seorang pahlawan nasional Indonesia, tokoh Radio Republik Indonesia (RRI) dan bapak fisiologi kedokteran Indonesia.


Kegiatan kedokteran dan militer
Setelah ia memperoleh ijazah dokter, ia mendalami pengetahuan ilmu faal. Setelah itu ia mengembangkan ilmu faal ini di Indonesia. Oleh karena itu, Universitas Indonesia pada 5 Desember 1958 menetapkan Abdulrachman Saleh sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia.

Ia juga aktif dalam perkumpulan olah raga terbang dan berhasil memperoleh ijazah atau surat izin terbang. Selain itu, ia juga memimpin perkumpulan VORO (Vereniging voor Oosterse Radio Omroep), sebuah perkumpulan dalam bidang radio. Maka sesudah kemerdekaan diproklamasikan, ia menyiapkan sebuah pemancar yang dinamakan Siaran Radio Indonesia Merdeka. Melalui pemancar tersebut, berita-berita mengenai Indonesia terutama tentang proklamasi Indonesia dapat disiarkan hingga ke luar negeri. Ia juga berperan dalam mendirikan Radio Republik Indonesia yang berdiri pada 11 September 1945.


Rasuna Said

Hajjah Rangkayo Rasuna Said (lahir di Maninjau, Agam, Sumatera Barat, 14 September 1910 – meninggal di Jakarta, 2 November 1965 pada umur 55 tahun) adalah salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia dan juga merupakan pahlawan nasional Indonesia. Seperti Kartini, ia juga memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria dan wanita. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Riwayat
H.R. Rasuna Said adalah seorang muda yang mempunyai kemauan yang keras dan berpandangan luas. Awal perjuangan beliau dimulai dengan beraktivitas di Sarekat Rakyat sebagai Sekretaris cabang dan kemudian menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia (PERMI). Beliau sangat mahir dalam berpidato yang isinya mengecam secara tajam ketidak adilan pemerintah Belanda, sehingga beliau sempat ditangkap dan dipenjara pada tahun 1932 di Semarang.
Mohammad Husni Thamrin

Mohammad Husni Thamrin (lahir di Sawah Besar, Jakarta, 16 Februari 1894 – meninggal di Jakarta, 11 Januari 1941 pada umur 46 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ayahnya adalah seorang Belanda dengan ibu orang Betawi. Sejak kecil ia dirawat oleh pamannya dari pihak ibu karena ayahnya meninggal, sehingga ia tidak menyandang nama Belanda.

Ia dikenal sebagai salah tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem Betawi) yang pertama kali menjadi anggota Dewan Rakyat di Hindia Belanda (Volksraad), mewakili kelompok Inlanders. Sejak 1935 ia menjadi anggota Volksraad melalui Parindra.

Kematiannya penuh dengan intrik politik yang kontroversial. Tiga hari sebelum kematiannya, ia ditahan tanpa alasan jelas. Menurut laporan resmi, ia dinyatakan bunuh diri namun ada dugaan ia dibunuh oleh petugas penjara. Jenazahnya dimakamkan di TPU Karet, Jakarta. Di saat pemakamannya, lebih dari 10000 pelayat mengantarnya yang kemudian berdemonstrasi menuntuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan dari Belanda.

Namanya diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta dan proyek perbaikan kampung besar-besaran di Jakarta pada tahun 1970-an
Laksamana Laut R.E. Martadinata

Laksamana Laut R. Edy Martadinata (lahir di Bandung, Jawa Barat, 29 Maret 1921 – meninggal di Riung Gunung, Jawa Barat, 6 Oktober 1966 pada umur 45 tahun) atau yang lebih dikenal dengan nama R.E. Martadinata adalah tokoh ALRI dan pahlawan nasional Indonesia. Ia meninggal dunia akibat kecelakaan helikopter di Riung Gunung[1] dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Riwayat hidup
Ia adalah lulusan Sekolah Pelayaran (Zeevaart School) di Surabaya pada zaman penjajahan Belanda. Pada zaman pendudukan Jepang ia bekerja sebagai aspiran (calon) atau penerjemah di sekolah tinggi pelayaran Semarang.

Saat PPKI membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian disahkan Presiden Soekarno pada 23 Agustus 1945, ia juga turut membentuk BKR Laut Jawa Barat dibawah pimpinan Aruji Kartawinata yang kemudian berkembang menjadi ALRI.


Mahmud Badaruddin II

Sultan Mahmud Badaruddin II (l: Palembang, 1767, w: Ternate, 26 November 1862) adalah pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam (1803-1819), setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803) .

Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin pertempuran melawan Inggris dan Belanda, di antaranya yang disebut Perang Menteng. Pada tangga 14 Juli 1821, ketika Belanda berhasil menguasai Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin II dan keluarga ditangkap dan diasingkan ke Ternate.

Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara internasional di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan Mata uang rupiah pecahan 10.000-an yang dikeluarkan oleh bamk Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2005. Penggunaan gambar SMB II di uang kertas ini sempat menjadi kasus pelanggaran hak cipta, diduga gambar tersebut digunakan tanpa izin pelukisnya, namun kemudian terungkap bahwa gambar ini telah menjadi hak milik panitia penyelenggara lomba lukis wajah SMB II.


  
Pattimura

Kapitan Pattimura (lahir di Negeri Haria, Porto, Pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), atau dikenal dengan nama Thomas Matulessy atau Thomas Matulessia, adalah Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putra Frans Matulessia dengan Fransina Silahoi. Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarir dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.[1] Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.[2]


Tuanku Imam Bonjol

Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat 1772 - wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864), adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda, peperangan itu dikenal dengan nama Perang Padri di tahun 1803-1837. Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973

Asal-usul Tuanku Imam Bonjol

Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab atau Petto Syarif, dan kemudian Tuanku nan Ranceh dari Kamang salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan, menunjuk beliau sebagai Imam di Bonjol.
Halim Perdanakusuma

Abdul Halim Perdanakusuma (Halim Perdana Kusuma) seorang pahlawan Indonesia. Pria kelahiran Sampang, 18 November 1922, ini gugur di Malaysia, 14 Desember 1947 dalam usia 25 tahun saat menjalankan tugas semasa perang Indonesia-Belanda di Sumatera. Ia ditugaskan membeli dan mengangkut perlengkapan senjata dengan pesawat terbang dari Thailand.

Semasa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda di Sumatera pada tahun 1948, Halim Perdana Kusuma dan Marsma Ismayudi ditugaskan membeli kelengkapan senjata di Thailand. Keduanya ditugaskan dengan pesawat terbang jenis "Enderson". Pesawat terbang itu dipenuhi dengan pelbagai senjata api, di antaranya karbin, sten-gan, pistol dan bom tangan.

Dalam perjalanan pulang, pesawat terbang tersebut jatuh. Tidak diketahui penyebabnya. Diduga kerana cuaca buruk. Namun kemungkinan karena sabotase sangat terbuka. Bangkai pesawat terbang tersebut ditemui di sebuah kawasan hutan berdekatan dengan Lumut, Perak, Malaysia. Namun tim penyelamat hanya menemui jasad Halim. Sementara, Ismayudi tidak dijumpai dan tidak diketahui nasibnya sehingga sekarang. Begitu juga dengan pelbagai kelengkapan senjata api yang mereka beli di Thailand, tidak diketahui ke mana perginya.

Jenderal Gatot Soebroto (lahir di Banyumas, Jawa Tengah, 10 Oktober 1907 – meninggal di Jakarta, 11 Juni 1962 pada umur 54 tahun) adalah tokoh perjuangan militer Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan juga pahlawan nasional Indonesa. Ia dimakamkan di Ungaran, kabupaten Semarang. Pada tahun 1962, Soebroto dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional menurut SK Presiden RI No.222 tanggal 18 Juni 1962. Ia juga merupakan ayah angkat dari Bob Hasan, seorang pengusaha ternama dan mantan menteri Indonesia pada era Soeharto.

Karier
Setamat pendidikan dasar die HIS, Gatot Subroto tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, namun memilih menjadi pegawai. Namun tak lama kemudian pada tahun 1923 memasuki sekolah militer KNIL di Magelang. Setelah Jepang menduduki Indonesia, serta merta Gatot Subroto pun mengikuti pendidikan PETA di Bogor. Setelah kemerdekaan, Gatot Subroto memilih masuk Tentara Keamanan Rakyat TKR dan kariernya berlanjut hingga dipercaya menjadi Panglima Divisi II, Panglima Corps Polisi Militer, dan Gubernur Militer Daerah Surakarta dan sekitarnya.


Bung Tomo / Sutomo

Sutomo (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 3 Oktober 1920 – meninggal di Padang Arafah, Arab Saudi, 7 Oktober 1981 pada umur 61 tahun) lebih dikenal dengan sapaan akrab oleh rakyat sebagai Bung Tomo, adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA, yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945 yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, di pusat kota Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda. Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura. Ayahnya adalah seorang serba bisa. Ia pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer.

Quote:
Jenderal Besar TNI Purn. Abdul Harris Nasution (lahir di Kotanopan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918 – meninggal di Jakarta, 6 September 2000 pada umur 81 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September, namun yang menjadi korban adalah putrinya Ade Irma Suryani Nasution.

Tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, ia ikut mendaftar. Ia kemudian menjadi pembantu letnan di Surabaya. Pada 1942, ia mengalami pertempuran pertamanya saat melawan Jepang di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eks-PETA mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Pada Maret 1946, ia diangkat menjadi Panglima Divisi III/Priangan. Mei 1946, ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jendral Soedirman). Sebulan kemudian jabatan "Wapangsar" dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung tahun 1949, ia diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat.

Pada 5 Oktober 1997, bertepatan dengan hari ABRI, Nasution dianugerahi pangkat Jendral Besar bintang lima. Nasution tutup usia di RS Gatot Soebroto pada 6 September 2000 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

opu Daeng Risadju

Pahlawan Nasional
Opu Daeng Risadju(1880 – 1964)

Pada tahun 1946, Opu Daeng Risadju beserta Pemuda Republik melakukan serangan terhadap tentara NICA. Tapi sebulan kemudian, tentara NICA melakukan serangan balik terhadap pasukan beliau. Beberapa bulan kemudian beliau ditangkap di Latonro dan dipaksa berjalan kaki sejauh 40 km menuju Watampone. Karena banyak mengalami penyiksaan, beliau menjadi tuli seumur hidup. Perjuangan beliau telah memegang peranan penting dan secara aktif dalam perjuangan kebangkitan nasional dan masa revolusi fisik kemerdekaan RI di wilayah Tanah Luwu khususnya, dan Sulsel umumnya. Atas jasa-jasa Opu Daeng Risadju, pemerintah RI menganugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana.

0 komentar:

Sri Susuhunan Pakubuwono X (29 November 1866-1 Februari 1939)



Sri Susuhunan Pakubuwono X bernama asli Raden Mas Malikul Kusno. Malikul Kusno naik takhta sebagai Pakubuwono X pada tanggal 30 Maret 1893 menggantikan ayahnya. Kepemimpinannya merupakan penanda babak baru bagi Kasunanan Surakarta dari kerajaan tradisional menuju era modern. Pakubuwono X cukup memiliki arti penting bagi pergerakan nasional. Dia mendukung organisasi Sarekat Islam cabang Solo.
Ki Sarmidi Mangunsarkoro (23 Mei 1904-8 Juni 1957)




Ki Sarmidi Mangunsarkoro adalah salah satu tokoh pendidikan nasional. Dia mendirikan Perguruan Tamansiswa di Jakarta, atas restu Ki Hajar Dewantara. Tidak hanya itu, dia juga ditugasi memodernisasi Taman Siswa dan menyusun kurikulum Taman Siswa. Mangunsarkoro juga berpolitik menentang kolonialisme. Pada Kongres Sumpah pemuda tahun 1928, dia ikut berpidato menekankan pentingnya pendidikan nasional. Dia menentang politik kompromi dengan Belanda saat perjanjian Renville dan Linggarjati. Dia juga beberapa kali menjabat sebagai menteri pendidikan era Soekarno. Jasanya yang lain adalah turut membidani berdirinya Universitas Gajah Mada.
. Ignatius Joseph Kasimo (1900-1 Agustus 1986)




Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono adalah pendiri Partai Politik Katolik Indonesia (PPKI). Dia juga merupakan salah satu pelopor kemerdekaan Indonesia. Kasimo anggota Volksraad antara tahun 1931-1942. Ia ikut menandatangani petisi Soetardjo yang menginginkan kemerdekaan Hindia-Belanda. Pada masa kemerdekaan awal, PPKI yang dilarang oleh Jepang dihidupkan kembali atas gagasan Kasimo dan berubah nama menjadi Partai Katolik Republik Indonesia. Antara tahun 1947-1949 ia duduk sebagai Menteri Muda Kemakmuran dalam Kabinet Amir Sjarifuddin, Menteri Persediaan Makanan Rakyat dalam Kabinet Hatta I dan Hatta II. Dalam kabinet peralihan atau Kabinet Soesanto Tirtoprodjo ia juga menjabat sebagai menteri. Kasimo pun juga pernah ikut menjadi anggota Delegasi Perundingan Republik Indonesia. Di masa orde baru, Kasimo sempat menjadi Ketua DPA.




I Gusti Ketut Jelantik



I Gusti Ketut Jelantik (??? - 1849) adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Karangasem, Bali. Ia merupakan patih Kerajaan Buleleng. Ia berperan dalam Perang Jagaraga yang terjadi di Bali pada tahun 1849. Perlawanan ini bermula karena pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan hak tawan karang yang berlaku di Bali, yaitu hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil kapal yang kandas di perairannya beserta seluruh isinya. Ucapannya yang terkenal ketika itu ialah "Apapun tidak akan terjadi. Selama aku hidup aku tidak akan mangakui kekuasaan Belanda di negeri ini". Perang ini berakhir sebagai suatu puputan, seluruh anggota kerajaan dan rakyatnya bertarung mempertahankan daerahnya sampai titik darah penghabisan. Namun akhirnya ia harus mundur ke Gunung Batur, Kintamani. Pada saat inilah beliau gugur.
:

Quote:
PANGERAN ANTASARI



Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797 atau 1809 – meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.

Ia adalah Sultan Banjar. Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.
KIRAS BANGUN ( GARAMATA )

Kiras Bangun adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Kiras Bangun menggalang kekuatan lintas agama di Sumatra Utara dan Aceh untuk menentang penjajahan Belanda. Dia merupakan ulama kelahiran 1852, kampung Batu Karang, Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Kerjasama yang digalang tersebut menghasilkan pasukan yang disebut pasukan Urung yang beberapa kali terlibat pertempuran dengan Belanda di Tanah Karo. Kiras juga memimpin gerakan bawah tanah di daerah tersebut. Kiras yang juga dikenal dengan nama Garamata itu akhirnya dibuang ke Cipinang bersama kedua anaknya antara tahun 1919-1926. Kiras gugur pada 22 Oktober 1942.

Kiras Bangun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2005 dalam kaitan peringatan Hari Pahlawan 10 November[/center]
Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah Wulaningsih Retno Edi (Serang, Purwodadi, Jawa Tengah, 1752 - Yogyakarta, 1828) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah anak Pangeran Natapraja yang menguasai wilayah terpencil dari kerajaan Mataram tepatnya di Serang yang sekarang wilayah perbatasan Grobogan-Sragen. Setelah ayahnya wafat Nyi Ageng Serang menggantikan kedudukan ayahnya. Nyi Ageng Serang adalah salah satu keturunan Sunan Kalijaga, ia juga mempunyai keturunan seorang Pahlawan nasional yaitu Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Dewantara. Ia dimakamkan di Kalibawang, Kulon Progo. Ia pahlawan nasional yang hampir terlupakan,mungkin karena namanya tak sepopuler R.A. Kartini atau Cut Nyak Dhien tapi beliau sangat berjasa bagi negeri ini.Warga Kulon Progo mengabadikan monumen beliau di tengah kota Wates berupa patung beliau sedang menaiki kuda dengan gagah berani membawa tombak.
hizzband is offline  

Jumat, 09 Maret 2012

Gatot Soebroto.
Jenderal Gatot Soebroto (lahir di Banyumas, Jawa Tengah, 10 Oktober 1907 – meninggal di Jakarta, 11 Juni 1962 pada umur 54 tahun) adalah tokoh perjuangan militer Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan juga pahlawan nasional Indonesia. Ia dimakamkan di Ungaran, kabupaten Semarang. Pada tahun 1962, Soebroto dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional menurut SK Presiden RI No.222 tanggal 18 Juni 1962. Ia juga merupakan ayah angkat dari Bob Hasan, seorang pengusaha ternama dan mantan menteri Indonesia pada era Soeharto.
Soepomo

Prof. Mr. Dr Soepomo (Ejaan Soewandi: Supomo; lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah, 22 Januari 1903 – meninggal di Jakarta, 12 September 1958 pada umur 55 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Soepomo dikenal sebagai arsitek Undang-undang Dasar 1945, bersama dengan Muhammad Yamin dan Sukarno.

Pendidikan
Sebagai putra keluarga priyayi, Soepomo berkesempatan meneruskan pendidikannya di ELS (Europeesche Lagere School) di Boyolali (1917), MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo (1920), dan menyelesaikan pendidikan kejuruan hukum di Bataviasche Rechtsopleidingschool di Batavia pada tahun 1923. Ia kemudian ditunjuk sebagai pegawai negeri pemerintah kolonial Hindia Belanda yang diperbantukan pada Ketua Pengadilan Negeri Sragen (Soegito 1977).


KATAMSO DHARMOKUSUMO



Katamso Dharmokusumo dilahirkan di Sragen, tanggal 5 Februari 1923. Pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Menengah. Ketika Jepang menduduki Indonesia, ia mengikuti pendidikan Pembela Tanah Air (PETA).

Dalam kiprah militernya, ia terlibat aktif dalam penumpasan berbagai pemberontakan yang mencoba mengguncang keutuhan Indonesia, seperti pemberontakan Batalyon 426 di Jawa Tengah dan PRRI di Sumatera Barat.

Karir militer Katamso terus naik. Berbagai jabatan kemiliteran pernah disandangnya, diantaranya sebagai Kepala Resimen Team Pertempuran (RTP) II Diponegoro di Bukit Tinggi, Komandan pada Komando Pendidikan dan Latihan (Koplat) dan merangkap sebagai Komandan Pusat Pendidikan Infantri (Pusdiktif) di Bandung. Jabatan terakhir yang disandangnya adalah Komandan Komando Resort Militer (Korem) 072 Komando Daerah Militer (Kodam) VII Diponegoro di Yogyakarta dengan pangkat kolonel.
SILAS PAPARE



Silas Papare dilahirkan di Serui pada tanggal 18 Desember 1918. Setamat dari pendidikannya di Sekolah Juru Rawat, Silas bekerja menjadi pegawai pemerintah Belanda. Suatu ketika ia berkenalan dengan Sam Ratulangi yang sedang diasingkan Belanda. dari Sam Ratulangi ia memahami jika dirinya adalah orang Indonesia. Tanah tumpah darahnya, Irian Jaya, adalah bagian tak terpisahkan dari NKRI. Kesadaran akan kebangsaan itulah yang membuat bangkitnya semangat Silas untuk memperjuangkan Irian Jaya agar terlepas dari belenggu penjajah Belanda dan bergabung dengan Indonesia.

Belanda yang mengetahui kegiatan Silas kemudian menangkap dan memenjarakannya. Selepas dari penjara, Silas tetap menggelorakan rakyat Irian agar mengusir penjajah Belanda dari tanah kelahiran mereka.

Silas Papare mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII). Kegiatan politik Silas ini dibalas Belanda dengan memenjarakannya di Biak. Tak lama kemudian ia berhasil meloloskan diri dan selanjutnya menuju Yogyakarta. Di Yogyakarta Silas membentuk Badan Perjuangan Irian yang berusaha keras untuk memasukkan wilayah Irian Jaya ke dalam negara Indonesia.
KAREL SATSUIT TUBUN



Karel Satsuit Tubun dilahirkan di Tual, Maluku Tenggara tanggal 14 Oktober 1928. Setamat SD pada tahun 1941, Karel langsung mendaftarkan diri di Kepolisian Ambon. Setamat mengikuti pendidikan kepolisian, Karel diangkat menjadi polisi dengan pangkat AIP (Agen Polisi Tingkat) II dan kemudian ditempatkan dalam kesatuan Brigade Mobil (Brimob) di Ambon.

Karel sering berpindah-pindah tempat tugas. Ia pernah bertugas di Sulawesi pada tahun 1958 dan juga di Sumatera Barat ketika meletus pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Karel kemudian dipindahtugaskan ke Jakarta dan dinaikkan pangkatnya menjadi Brigadir Polisi.

Karel menjadi korban Gerakan 30 September 1965 yang akan menculik Jenderal Nasution. Ketika itu ia tengah bertugas menjaga rumah Wakil Perdana Menteri II Dr. Y. Leimena yang berdekatan dengan rumah Jenderal Nasution. Karel gugur sebagai kusuma bangsa. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
HARUN BIN SAID



Harun bin Said alias Thohir lahir pada tanggal 14 April 1947 di Kepulauan Bawean. Setelah lulus SMA ia memasuki dunia militer pada Korps Komando Angkatan Laut (KKO) pada bulan Juni 1964. Harun dinilai selaku prajurit yang tegas, disiplin dan mampu mengemban tugas yang dipercayakan padanya. Beberapa bulan menjadi anggota KKO, 10 Maret 1965, ia mendapat tugas rahasia yang amat berat : menyusup ke Singapura dan membuat sabotase di sana. Bersama Usman bin Muhammad Ali dan Gani bin Arup, ia menerima tugas itu dengan penuh tanggung jawab.

Sesuai dengan waktu yang ditentukan, ketiganya berhasil menyusup masuk ke Singapura. Bangunan McDonald Singapura yang menjadi sasaran target sabotase berhasil mereka ledakkan. Mereka pun bergegas meninggalkan wilayah Singapura.

Sayang, kapal boat yang mereka tumpangi mendadak rusak hingga Harun bin Said dan Usman bin Muhammad Ali ditangkap pasukan khusus Australia di pelabuhan Singapura. Harun bin Said dipenjara. Setelah diajukan ke muka persidangan, hakim Singapura memutuskan Harun bin Said bersalah dan divonis hukuman mati. Meskipun pemerintah Indonesia telah menempuh berbagai cara untuk membebaskan Harun bin Said, namun semua usaha itu gagal. Harun bin Said tetap harus menjalani hukuman mati.
FRANS KAISIEPO


Frans Kaisiepo dilahirkan di Biak, 10 Oktober 1921. Jiwa nasionalismenya tumbuh mekar ketika ia berkenalan dengan Sugoro Atmoprasojo, mantan guru pada Perguruan Taman Siswa, yang diasingkan di Boven Digul akibat kiprah politik nasionalisnya.

Frans Kaisiepo menggagas berdirinya Partai Indonesia Merdeka (PIM) di Biak, setahun setelah Indonesia merdeka. Ia juga menjadi salah seorang anggota delegasi Papua (Nederlands Nieuwe Guinea) pada Konferensi Malino, Sulawesi Selatan, yang diprakarsai Belanda. Konferensi itu membahas perihal pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT). Pada konferensi tersebut ia secara tegas menolak rencana penggabungan Papua ke dalam Negara Indonesia Timur. Menurutnya, Papua adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena penolakan Frans, Negara Indonesia Timur akhirnya hanya beranggotakan Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku. Ia juga mengganti nama Papua (Nederlands Nieuwe Guinea) menjadi IRIAN yang merupakan singkatan dari Ikut Republik Indonesia Anti Netherlands.

Frans terus bersikap anti Belanda. Ia menggalang kekuatan di Biak guna menentang kehadiran Belanda di sana. Ia juga menolak dengan tegas pengangkatan dirinya menjadi anggota delegasi Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag, Belanda. Sikap keras Frans membuat Belanda kemudian mengasingkannya ke tempat-tempat terpencil.

Kamis, 08 Maret 2012


Ario Soerjo



Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo (biasa dikenal dengan nama Gubernur Soerjo); lahir di Magetan, Jawa Timur, 9 Juli 1895 – meninggal di Bago, Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur, 10 September 1948 pada umur 53 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia dan gubernur pertama Jawa Timur dari tahun 1945 hingga tahun 1948. Sebelumnya, ia menjabat Bupati di Kabupaten Magetan dari tahun 1938 hingga tahun 1943. Ia adalah menantu Raden Mas Arja Hadiwinoto. Setelah menjabat bupati Magetan, ia menjabat Su Cho Kan Bojonegoro pada tahun 1943.

RM Suryo membuat perjanjian gencatan senjata dengan komandan pasukan Inggris Brigadir Jendral Mallaby di Surabaya pada tanggal 26 Oktober 1945. Namun tetap saja meletus pertempuran tiga hari di Surabaya 28-30 Oktober yang membuat Inggris terdesak. Presiden Sukarno memutuskan datang ke Surabaya untuk mendamaikan kedua pihak.

Gencatan senjata yang disepakati tidak diketahui sepebuhnya oleh para pejuang pribumi. Tetap saja terjadi kontak senjata yang menewaskan Mallaby. Hal ini menyulut kemarahan pasukan Inggris. Komandan pasukan yang bernama Jenderal Mansergh mengultimatum rakyat Surabaya supaya menyerahkan semua senjata paling tanggal 9 November 1945, atau keesokan harinya Surabaya akan dihancurkan.

Andi Djemma



Andi Djemma (lahir di Palopo, Sulawesi Selatan, 15 Januari 1901 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 23 Februari 1965 pada umur 64 tahun) adalah Raja (Datu) Luwu seorang tokoh Indonesia dan dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Republik Indonesia tanggal 8 November 2002.

Wilayah kekuasaannya kemudian menjadi daerah setingkat kabupaten setelah beberapa wilayahnya memisahkan diri menjadi beberapa kabupaten, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, Kota Palopo, Kabupaten Luwu Timur dan Tana Toraja, semuanya masih di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan Kolaka menjadi sebuah kabupaten di Sulawesi Tenggara dan Poso di Sulawesi Tengah.

Menjelang kemerdekaan Indonesia pada 15 Agustus 1945, Djemma bahkan memimpin 'Gerakan Soekarno Muda' dan memimpin Perlawanan Semesta Rakyat Luwu pada 23 Januari 1946. Tanggal itu sekarang diperingati sebagai Hari Perlawanan Rakyat Semesta.

Pada 5 Oktober 1945, Djemma sempat mengultimatum pihak Sekutu agar segera melucuti tentaranya dan kembali ke tangsinya di Palopo. Ultimatum itu dibalas Gubernur Jenderal Belanda, Van Mook, dengan ultimatum juga. Andi Djemma yang mempunyai lima putera itu baru tertangkap Belanda pada 3 Juli 1946 dan diasingkan ke Ternate. Ia akhirnya meninggal di Makassar pada 23 Februari 1965

Andi Abdullah Bau Massepe



Andi Abdullah Bau Massepe dikenal sebagai pejuang heroik dari daerah Sulawesi Selatan. Ia merupakan Panglima pertama TRI Divisi Hasanuddin dengan pangkat Letnan Jendral.

Andi Abdullah Bau Massepe dianugerahi gelar Pahlawan nasional Indonesia oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2005 dalam kaitan peringatan Hari Pahlawan 10 November 2005.


Kelahiran
Andi Abdullah Bau Massepe terlahir pada tahun 1929 putra dari Andi Mappanyukki (salah satu pahlawan Nasional dari Sulawesi Selatan) dan ibunya Besse Bulo (putri Raja Sidenreng) di daerah Massepe, Kabupaten Sidenreng Rappang. (Massepe dahulunya merupakan salah satu pusat kerajan Addatuang (kerajaan) Sidenreng.

Beliau adalah pewaris tahta dari dua kerajaan besar di Sulawesi Selatan yaitu Kerajaan Bone dan Gowa. Ia juga merupakan pewaris tahta dari lima kerajaan di sebelah barat Danau Sidenreng yaitu Suppa, Allita, Sidenreng Rappang dan Sawito.


Karier keorganisasian
Jabatan/Keorganisasian yang pernah dilakoni oleh Beliau anatara lain; Datu Suppa tahun 1940, Bunken Kanrekan Pare-Pare, Ketua Organisasi SUDARA Pare-Pare, Ketua Pusat Keselamatan Rakyat Penasehat Pemuda/Pandu Nasional Indonesia, Ketua Umum BPRI (Badan Penunjang Republik Indonesia), Kordinator perjuangan bersenjata bagi pemuda didaerah sekitar Pare-Pare
[sunting]


Kematian
Andi Abdullah Bau Massepe wafat ditembak oleh pasukan Westeling pada tanggal 2 Februari 1947 setelah ditahan selama 160 hari. Wafat 10 hari sesudah konferensi Pacekke (tanggal 20 Januari 1947). Makam beliau dapat ditemukan di Taman Makam Pahlawan kota Pare-Pare (110 kilometer utara Kota Makassar).

Achmad Soebardjo



Mr. Achmad Soebardjo Djojoadisurjo (lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896 – meninggal 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Soebardjo meraih gelar Meester in de Rechten di Universitas Leiden Belanda pada tahun 1933.


Riwayat
Dilahirkan di Karawang, Jawa Barat, Soebardjo bersekolah di Sekolah Hogere Burger (Sekolah Menengah Atas), Jakarta pada tahun 1917. Beliau kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden, Belanda dan memperoleh ijazah Sarjana Undang-undang pada tahun 1933.

Semasa masih menjadi mahasiswa, Soebardjo aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui beberapa organisasi seperti Jong Jawa dan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda. Pada bulan Februari 1927, beliau pun menjadi wakil Indonesia bersama dengan Mohammad Hatta dan para ahli gerakan-gerakan Indonesia pada persidangan antarbangsa "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang pertama di Brussels dan kemudiannya di Jerman. Pada persidangan pertama itu juga ada Jawaharlal Nehru dan pemimpin-pemimpin nasionalis yang terkenal dari Asia dan Afrika. Sewaktu kembalinya ke Indonesia, beliau aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Dan pada tanggal 17 Agustus 1945, Soebardjo dilantik sebagai Menteri Luar Negeri pada Kabinet Presidensial, kabinet Indonesia yang pertama, dan kembali menjabat menjadi Menteri Luar Negeri sekali lagi pada tahun 1951 - 1952. Selain itu, beliau juga menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Switzerland antara tahun-tahun 1957 - 1961.

Dalam bidang pendidikan, Sebardjo merupakan profesor dalam bidang Sejarah Perlembagaan dan Diplomasi Republik Indonesia di Fakultas Kesusasteraan, Universitas Indonesia.
Amir Hamzah

id kaskus: boelarza
sumber: wikipedia





Tengku Amir Hamzah yang bernama lengkap Tengku Amir Hamzah Pangeran Indera Putera (lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Timur, 28 Februari 1911 – meninggal di Kuala Begumit, 20 Maret 1946 pada umur 35 tahun) adalah seorang sastrawan Indonesia angkatan Pujangga Baru. Ia lahir dalam lingkungan keluarga bangsawan Melayu (Kesultanan Langkat) dan banyak berkecimpung dalam alam sastra dan kebudayaan Melayu.

Amir Hamzah bersekolah menengah dan tinggal di Pulau Jawa pada saat pergerakan kemerdekaan dan rasa kebangsaan Indonesia bangkit. Pada masa ini ia memperkaya dirinya dengan kebudayaan modern, kebudayaan Jawa, dan kebudayaan Asia yang lain.

Dalam kumpulan sajak Buah Rindu (1941) yang ditulis antara tahun 1928 dan tahun 1935 terlihat jelas perubahan perlahan saat lirik pantun dan syair Melayu menjadi sajak yang lebih modern. Bersama dengan Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane ia mendirikan majalah Pujangga Baru (1933), yang kemudian oleh H.B. Jassin dianggap sebagai tonggak berdirinya angkatan sastrawan Pujangga Baru. Kumpulan puisi karyanya yang lain, Nyanyi Sunyi (1937), juga menjadi bahan rujukan klasik kesusastraan Indonesia. Ia pun melahirkan karya-karya terjemahan, seperti Setanggi Timur (1939), Bagawat Gita (1933), dan Syirul Asyar (tt.).
Adnan Kapau Gani yang Bernama Lengkap Dr. Adnan Kapau Gani (lahir di Palembayan, Agam, Sumatera Barat, 16 September 1905 – meninggal di Palembang, Sumatera Selatan, 23 Desember 1968 pada umur 63 tahun) adalah Seorang dokter, Pemeran Indonesia dan Wakil Perdana Menteri di Masa Pemerintahan Amir Sjarifuddin.

Jejak dan Karier A.K Gani


Setelah Lulus dari STOVIA ia pernah menjabat sebagai anggota Konstituante Indonesia ketika lembaga ini pertama kali didirikan. Selain itu ia juga pernah menjadi Gubernur Militer Sumatera Selatan pada periode revolusi fisik melawan Agresi Militer Belanda dan juga pernah menjadi anggota delegasi Perundingan Linggarjati pada tahun 1946

Di Pemerintahan Indonesia, beberapa kali Gani menduduki kursi menteri. Debut Gani bermula di Masa Kabinet Sjahrir III sebagai Menteri Ekonomi. Pada masa pemerintahan Amir Sjarifuddin (3 Juli 1947 - 29 Januari 1948), ia menjabat sebagai wakil perdana menteri merangkap sebagai Menteri Kemakmuran.

Pada tanggal 9 November 2007, almarhum Mayjen TNI Gani dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
boelarza is offline  
ROBERT WOLTER MONGINSIDI



Robert Wolter Monginsidi lahir di desa Mamalayang, Manado, tanggal 14 Februari 1925. Bote, begitu biasa ia dipanggil, sejak kecil dikenal sebagai anak yang pemberani dan kukuh dalam memegang prinsip kebenaran.

Selesai menamatkan Hollandsche Inlandsche School (HIS), ia melanjutkan pendidikannya di MULO Flater. Ia baru duduk di kelas 2 ketika pecah perang Pasifik. Ia lalu melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Calon Pegawai dan guru bahasa Jepang di Tomohon. Selepas dari pendidikannya, Bote mengajar bahasa Jepang di berbagai tempat. Semula ia berada di Liwutung, kemudian pindah ke Luwuk, dan terakhir ke Makassar.

Ia bergabung dengan LAPRIS (Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi) yang dipimpin Ranggong daeng Romo di Polobangkeng ketika Indonesia merdeka. Ketika pasukan NICA yang ditunggangi Belanda memasuki Sulawesi Selatan, mereka kerap melancarkan serangan pada Belanda dengan taktik perang gerilya dan menimbulkan kerugian yang sangat besar di pihak Belanda.

NICA lantas melancarkan operasi besar-besaran pada tanggal 28 Februari 1947. Bote tertangkap dalam operasi ini dan dipenjara. Sekitar 8 bulan kemudian ia dapat meloloskan diri dari penjara. Pengejaran besar-besaran pun dilakukan Belanda untuk menangkapnya kembali. Bote tertangkap kembali setelah 9 hari kabur dari penjara.

Karena Bote tidak mau diajak kerja sama, Belanda kemudian mengajukannya ke persidangan. Vonis hukuman mati pun dijatuhkan padanya. Tanggal eksekusi mati untuk Robert Wolter Monginsidi telah ditetapkan, 5 September 1949. Lokasinya di Pacinang.
Tjilik Riwut


Tjilik Riwut (lahir di Kasongan, Katingan, Kalimantan Tengah, 2 Februari 1918 – meninggal di Rumah Sakit Suaka Insan, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 17 Agustus 1987 pada umur 69 tahun) adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ia meninggal setelah dirawat di rumah sakit karena menderita penyakit lever/hepatitis dalam usia 69 Tahun, dimakamkan di makam Pahlawan Sanaman Lampang, Palangka Raya Kalimantan Tengah.

Tjilik Riwut yang dengan bangga selalu menyatakan diri sebagai "orang hutan" karena lahir dan dibesarkan di belantara Kalimantan, adalah pencinta alam sejati juga sangat menjunjung tinggi budaya leluhurnya. Ketika masih belia ia telah tiga kali mengelilingi pulau Kalimantan hanya dengan berjalan kaki, naik perahu dan rakit.

Tjilik Riwut adalah salah satu putera Dayak yang menjadi KNIP. Perjalanan dan perjuangannya kemudian melampau batas-batas kesukuan untuk menjadi salah satu pejuang bangsa. Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998 merupakan wujud penghargaan atas perjuangan di masa kemerdekaan dan pengabdian membangun Kalimantan (Tengah).

Setelah dari Pulau Jawa untuk menuntut ilmu, Tjilik Riwut diterjunkan ke Kalimantan sebagai pelaksana misi Pemerintah Republik Indonesia yang baru saja terbentuk, namun beliau tidak terjun. Nama-nama yang terjun merebut kalimantan adalah Harry Aryadi Sumantri, Iskandar, Sersan Mayor Kosasih, F. M. Suyoto, Bahrie, J. Bitak, C. Williem, Imanuel, Mika Amirudin, Ali Akbar, M. Dahlan, J. H. Darius, dan Marawi.
Moh Toha





Muhammad Toha (Bandung, 1927 - idem, 24 Maret 1946) adalah pahlawan dalam peristiwa Bandung Lautan Api di Kota Bandung, Indonesia. Pada saat itu, Muhamad Toha melepaskan bom bunuh diri untuk menghancurkan gudang persenjataan Jepang.

Mohammad Toha dilahirkan di Jalan Banceuy, Desa Suniaraja, Kota Bandung pada tahun 1927. Ayahnya bernama Suganda dan ibunya yang berasal dari Kedunghalang, Bogor Utara, Bogor, bernama Nariah. Toha menjadi anak yatim ketika pada tahun 1929 ayahnya meninggal dunia. Ibu Nariah kemudian menikah kembali dengan Sugandi, adik ayah Toha. Namun tidak lama kemudian, keduanya bercerai dan Mohamad Toha diambil oleh kakek dan neneknya dari pihak ayah yaitu Bapak Jahiri dan Ibu Oneng. Mohamad Toha mulai masuk sekolah rakyat pada usia 7 tahun hingga kelas 4. Sekolahnya terhenti ketika Perang Dunia II pecah.

Pada zaman Jepang, Toha mulai mengenal dunia militer dengan memasuki Seinendan. Sehari-hari Toha juga membantu kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di Cikudapateuh. Selanjutnya, Toha belajar menjadi montir mobil dan bekerja di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia mampu berbahasa Jepang.

Setelah Indonesia merdeka, Toha terpanggil untuk bergabung dengan badan perjuangan Barisan Rakjat Indonesia (BRI), yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha sendiri. BRI selanjutnya digabungkan dengan Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Anwar Sutan Pamuncak menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI). Dalam lasykar ini ia duduk sebagai Komandan Seksi I Bagian Penggempur. Menurut keterangan Ben Alamsyah, paman Mohamad Toha, dan Rachmat Sulaeman, tetangga Mohamad Toha dan juga Komandannya di BBRI, pemuda Toha adalah seorang pemuda yang cerdas, patuh kepada orang tua, memiliki disiplin yang kuat serta disukai oleh teman-temannya. Pada tahun 1945 itu, Mohamad Toha digambarkan sebagai pemuda pemberani dengan tinggi 1,65 m, bermuka lonjong dengan pancaran mata yang tajam.
USMAN "JANATIN" BIN MUHAMMAD ALI



Usman bin Muhammad Ali alias Janatin dilahirkan di Jatisobo, Banyumas, tanggal 18 Maret 1943. Setelah tamat dari SMP, ia memasuki dinas militer pada Korps Komando Angkatan Laut (KKO) terhitung sejak tanggal 1 Juni 1962. Ketika ia memasuki dinas militer, Indonesia tengah terlibat sengketa politik dengan Malaysia.

Usman adalah sosok prajurit yang tegas, disiplin dan dinilai cakap menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Melalui saringan yang ketat, Usman kemudian terpilih menjadi salah satu prajurit yang mendapat tugas yang berat lagi sangat berbahaya : menyusup ke Singapura dan membuat sabotase di sana.

Bersama dengan Harun bin Said dan Gani bin Arup, Usman berhasil masuk ke Singapura dan juga berhasil meledakkan bangunan McDonald di Singapura dalam rangka membuat sabotase pada tanggal 10 Maret 1965. Mereka bersegera meninggalkan Singapura untuk menuju pulau Sambu yang menjadi pangkalan semula. Malang, perahu boat yang mereka tumpangi mendadak rusak. Pasukan khusu Australia menangkapnya di pelabuhan Singapura.

Dalam pengadilan Singapura, Usman dinyatakan bersalah dan divonis hukuman mati. Pada tanggal 17 Oktober 1968 Usman menjalani hukuman gantung di dalam penjara Changi, Singapura. Jenazahnya kemudian dibawa ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pemerintah Indonesia mengangkatnya sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan pada waktu kematiannya.
SYEKH YUSUF



Syekh Yusuf berasal dari keluarga bangsawan tinggi di kalangan suku bangsa Makassar dan mempunyai pertalian kerabat dengan raja-raja Banten, Gowa, dan Bone. Syekh Yusuf sendiri dapat mengajarkan beberapa tarekat sesuai dengan ijazahnya. Seperti tarekat Naqsyabandiyah, Syattariyah, Ba`alawiyah, dan Qadiriyah. Namun dalam pengajarannya, Syekh Yusuf tidak pernah menyinggung pertentangan antara Hamzah Fansuri yang mengembangkan ajaran wujudiyah dengan Syekh Nuruddin Ar-Raniri dalam abad ke-17 itu.

Kendati putra Nusantara, namanya justru berkibar di Afrika Selatan. Ia dianggap sebagai sesepuh penyebaran Islam di negara di benua Afrika itu. Tiap tahun, tanggal kematiannya diperingati secara meriah di Afrika Selatan, bahkan menjadi semacam acara kenegaraan. Bahkan, Nelson Mandela yang saat itu masih menjabat presiden Afsel, menjulukinya sebagai ‘Salah Seorang Putra Afrika Terbaik’.

Syekh Yusuf lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, tanggal 03 Juli 1626 dengan nama Muhammad Yusuf. Nama itu merupakan pemberian Sultan Alauddin, raja Gowa, yang merupakan karib keluarga Gallarang Monconglo’E, keluarga bangsawan dimana Siti Aminah, ibunda Syekh Yusuf berasal. Pemberian nama itu sekaligus mentasbihkan Yusuf kecil menjadi anak angkat raja.

Syekh Yusuf sejak kecil diajar serta dididik secara Islam. Ia diajar mengaji Alquran oleh guru bernama Daeng ri Tasammang sampai tamat. Di usianya ke-15, Syekh Yusuf mencari ilmu di tempat lain, mengunjungi ulama terkenal di Cikoang yang bernama Syekh Jalaluddin al-Aidit, yang mendirikan pengajian pada tahun 1640.
Teuku Muhammad Hassan

Id kaskus: Boelarza
Sumber: Wikipedia




Teuku Mohammad Hasan (lahir di Sigli, Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam, 4 April 1906 – meninggal di Jakarta, 21 September 1997 pada umur 91 tahun) adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada tahun 1948 hingga tahun 1949 dalam Kabinet Darurat. Selain itu ia adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia.

Ia adalah anak dari Teuku Bintara Peneung Ibrahim dan Tjut Manyak. Hasratnya yang besar untuk menuntut ilmu dan kerja kerasnya berbuah gelar Meester in de Rechten atau Sarjana Hukum di Universitas Leiden, Belanda pada tahun 1934. Dari tahun 1936 sampai dengan 1938, ia bekerja sebagai pegawai pemerintah pendudukan Belanda di Batavia. Semula ia bekerja di Departemen Onderwijs en Eeredienst (Depdiknas) kemudian di Kantor Bestuur Hervorming. Lalu pada tahun 1938 ia dipindahkan ke Kantor Gubernur Sumatera di Medan.
boelarza is offline